Monthly Archives: July 2012

Kenapa Harus Nonton “The Dark Knight Rises”, Dik?

DisclaimerKemungkinan di dalam postingan ini terselip sedikit spoiler. Cuma sedikit, kok.. Ga banyak. Dibaca baik-baik, ya 🙂

Senin kemarin, setelah melakukan banyak tes untuk suatu keperluan, saya melarikan diri sejenak ke salah satu mall yang ada di kawasan Jakarta Selatan. Niatan saat itu adalah menyaksikan trilogy Batman The Dark Knight Rises.

Yah, dipersilahkan apabila ingin menetertawakan saya, dikarenakan saya baru menyaksikan film ini. Yah, habis mau bagaimana lagi, beberapa kali mencoba untuk menonton, saya selalu kehabisan tiket.

Untungnya, senin kemarin saya kebagian tiket. Tidak, saya tidak memilih iMax. Saya memilih yang biasa saja. Saya ke loket, saya lihat komputer untuk mengetahui kursi yang tersisa, dan ternyata, hari itu masih ramai penonton. Saya pesan 1 tiket, dibagian paling atas alias A. Untuk saya yang tingginya diatas rata-rata, memang paling aman memilih duduk dibagian atas. Sudah paling pewe bener, deh.

Yeay !

Pertunjukan baru dimulai pukul 15.15 WIB. Saya lihat jam tangan, ternyata masih lama. Duduk-duduk manislah saya di sofa yang tersedia dia XXI itu. Pertama-tama sepi, kok makin kesini semakin ramai saja. Tapi, ada yang bikin perasaan ini janggal.

“Ini kenapa banyak sekali anak kecil? Ooo.. Mungkin mereka mau nonton Ice Age 4 kali, ya.”. kata saya dalam hati.

Tapi, tapi, tunggu dulu.

Segerombolan anak kecil (dibawah 10 tahun) tiba-tiba menghampiri satpam yang sedang menjaga persis di depan pintu studio 3.

“Pak, jam berapa studio ini dibuka?” kata si anak kecil itu.

Dijawablah oleh si satpan, “Sebentar lagi..”

Eh, mendadak saya seperti orang yang salah masuk 1 perkumpulan. Dalam hati saya “Ini gue yang salah studio, atau bagaimana, sih?” . Isenglah saya intip tiket salah seorang anak dari gerombolan itu yang duduk di samping saya, disitu tertulis “The Dark Knight Rises”.

BATMAN (sumber : 21cineplex.com)

Jreng Jreng Jreng !!

Mereka nonton Batman?

Memang, mereka nonton Batman yang jaman baheula? Mereka tahu Jaksa Harvey Dent?  Memang, mereka paham? Ini kan, film… Ah, sudahlah. Semakin lama difikirin semakin membuat saya gila.

Saya hanya berharap, mereka tidak duduk di satu deretan dengan posisi duduk saya.

Akhirnya, pintu studio 3 terbuka. Bocah-bocah yang datang bergerombolan ini masuk sambil loncat-loncat,  persis kayak mereka masuk wahana bermain dufan.

Mereka duduk di deretan F, syukurlah, jauh dari saya.

Baru merasa aman sedikit, eh, ga taunya datanglah SEKELUARGA yang ternyata bakal menjadi “teman” saya selama film berlangsung.

Ini semakin gila. Kalau ini sih, terang-terangan banget kalau orang tuanya malas mengajak anak-anaknya menonton film yang seharusnya mereka tonton. Bayangin dong, anak-anak itu usianya kisaran 5 sampai 7 tahun. Dan, mereka diajak nonton Batman. BATMAN. BATMAN, saudara-saudara.

Film pun, dimulai.

Awal film dimana Bane – yang diperankan Tom Hardy –tembak-tembakan di dalam pesawat, sebenarnya juga tidak baik disaksikan oleh bocah-bocah ini. Takutnya, tembak-tembakkan itu membuat mereka berfikir yang aneh-aneh.

Tapi ternyata, mereka anteng-anteng saja. Ga ada yang bereaksi heboh ketika adegan itu diperlihatkan. Termasuk bocah-bocah yang duduk di samping saya. Mukanya serius. Seserius orang tua mereka ketika sedang menyaksikan film ini.

Jujur, awal-awal film konsentrasi saya terbelah-belah. Antara menyaksikan layar besar, dan melihat mimik bocah-bocah ini. Lalu saya berfikir, masa bodolah, ada orang tuanya ini.

sumber gambar : http://screencrush.com

Adegan demi adegan pun diperlihatkan.

Sampai pada akhirnya, 30 atau 45 menit kemudian, ada 1 adegan yang benar-benar tidak pantas untuk mereka saksikan. Yaitu, adegan sosoran bibir yang dilakukan Miranda Tate (Marion Cotillard) secara mendadak ke Bruce Wyne (Christian Bale). Saya saja sampai kaget. Kenapa tiba-tiba nyosor gitu saja tanpa ada “aba-aba” atau apalah. Mana adegan itu ga sebentar pula. Cukup lamalah, 1 menitan. Ditambah pula, ada adegan bobo-bobo-unyu di dekat api unggun yang dilakukan mereka berdua.

Pas Bruce Wyne memakai kembali kostum kebesarannya dan menunggangi kendaraan pribadinya, itu bolehlah ditonton oleh mereka. Apalagi pas adegan polisi mengejar Batman yang saat itu mengendarai motor gedenya Bat-Pot, itu keren. Saya sendiri sampai ngos-ngosan dan greget sendiri. Hehehe.

Saya ga tahu, apa yang ada difikiran anak-anak itu ketika melihat si seksi Anne Hathaway yang berperan sebagai catwoman dengan kostum super ketatnya itu? Kira-kira apa, ya? Penasaran.

sumber : shape.com

Intinya, banyak adegan difilm ini tidak pantas ditonton oleh mereka yang seharusnya melihat aksi lucu binatang-binatang lucu di Ice Age 4.

Ngomongin soal film ini secara keseluruhan, saya suka banget. Baru film ini yang mebuat saya focus untuk menyaksikan dari awal sampai akhir – yang diskip dengan melihat mimic bocah yang ada di sebelah saya–.

Bikin saya emosi sendiri. Apalagi, pas Bruce Wyne yang sedang berpakaian Batman dihajar habis-habisan sama Bane di sebuah selokan bawah tanah yang mengakibatkan Bruce Wyne masuk ke gua neraka tempat Bane berasal.

sumber gambar : http://www.breitbart.com

Film yang berdurasi hampir 3 jam ini menyuguhkan gambar, akting pemainnya, musik, dan semua yang terlibat di dalamnya benar-benar spektakuler.

Salut. Walaupun ada beberapa scene membuat saya berkata “Yaelah, kenapa ngga dari tadi aja sih, ngebunuh si Bane pake itu? Kenapa harus di ending?”. Hehehe. Dan, film ini pun banyak teka-teki yang jawabannya membuat saya mengaga.

Eningnya menurut saya romantis. Romantis pas adegan bibir ketemu bibir. Bibir Anne dan Christian Bale. Buahaha #digetok.

*tepuk tangan untuk Christopher Nolan*

Tapi, eh, tapi.. Kayaknya bakal ada Batman versi baru ya, kalau dilihat dari endingnya?

Joseph Gordon-Levitt memang ganteng sih, Cuma.. dia kurang “dapat” bodinya untuk menjadi seorang Batman. Jadi Robin, cocok-cocok aja.

Melihat Sejenak Ke Dalam Museum Bank Mandiri

Menunggu adalah salah satu kegiatan yang menurut saya amat menyebalkan. Tapi, menjadi manusia yang super ngaret itu lebih menyebalkan. Makanya itu, tiap kali saya janjian oleh seorang teman, dan ternyata saya sampai terlebih dahulu, mending saya mencari kegiatan lain, deh. Entah itu jalan-jalan disekitaran tempat janjian, atau melipir makan.

Seperti yang saya rasakan sekitar 3 minggu lalu. Seorang teman minta diantarkan ke daerah Ancol, dan janjian di stasiun Kota. Janjian pukul 09.00 WIB, saya sudah terlebih dulu sampai 30 menit sebelum waktu janjian. Setelah menunggu 5 menit, tiba-tiba hape saya berbunyi. Ketika saya menatap layar hape, ternyata itu merupakan SMS. Lalu, saya buka dan membaca isi pesan yang menurut saya menyebalkan itu.

“Dit, sorryyy .. Gw baru bangun. Sekarang masih di stasiun Depok”

Kesal? Jelas. Tapi, malaslah kalau selama menunggu dia harus ngedumel ga karuan. Akhirnya, saya putuskan keluar dari stasiun Kota. Niatan awalnya sih, mau ngisi perut. Tapi, tiba-tiba mata ini melihat 1 gedung yang kala itu ramai pengunjung. Saya dekatin gedung itu, ternyata itu Museum Bank Mandiri.

Museum Bank Mandiri (sumber: klik gambar)

Tiba-tiba fikiran jahat melintas di kepala saya. “Mending gue kesini, deh.. Ga usah makan. Makannya nunggu si kunyuk aja. Minta bayarin dia. Siapa suruh ngaret”.

Akhirnya, saya pun memutuskan untuk masuk ke Museum yang terletak di Jl. Lapangan Stasiun No. 1, Jakarta Barat. Ketika saya berkunjung ke Museum itu, pengunjung yang datang kebanyakan dari kalangan abege labil dan kelihatan alay karena banyak diantara mereka yang memakai kacamata hitam yang masih duduk di bangku SMP dan SMA.

Ketika saya ingin membeli karcis sebagai tiket masuk, saya melihat ada 1 panggung kecil yang berisikan 1 sinden dan 1 pemain alat musik kecapi (eh, benar kan itu namanya kecapi? Kalau salah, mohon diralat). Si sinden yang menurut saya dandanannya terlalu menor, membawakan lagu-lagu Jawa yang apik tenan. Suaranya bagus. Dan, ini benar-benar sinden tidak seperti sinden di OVJ yang menurut saya maksa yang patut diacungi jempol.

Sinden & Pemain Kecapi (foto koleksi pribadi)

Oia, masuk ke dalam Museum Mandiri ini free, lho. Eh, free nya untuk Siswa sekolahan dan Mahasiswa. Kalau sudah tidak kuliah, harus banyar Rp. 2000. Berhubung tampang saya babyface, saya bilang kalau saya masih mahasiswa. Dan, petugasnya percaya. Malah, mereka mengiranya saya masih SMA. 😆

Tidak hanya sinden dan rekannya yang membuat saya berdecak kagum. Masih ada “penampakan” lain yang akan menyambut para pengunjung. Yaitu, 1 patung yang sepertinya merupakan satpam jaman dulu dan 1 patung lagi merupakan siswi SD dengan slogan “Rajin Pangkal Pandai … Hemat Pangkal Kaya”. Kalau mau kaya, nabungnya di Mandiri saja.

Lucu, ya

Setelah isi buku tamu, saya pun masuk dari pintu sebelah kanan. Jujur, awalnya saya bingung masuknya dari mana. Tak ada petunjuk, dan tak ada satpam kala itu. Begitu masuk, saya melihat manekin cash china atau apalah itu namanya.

Lalu, saya memutuskan untuk berkeliling Museum yang konon kabarnya memiliki luas lahan 10.039 m² dan luas bangunan 21.509m². Sayang, halaman belakang Museum Mandiri ini tampak tak terurus. Memang sih, ada pepohonan. Cuma menurut saya, kurang asri saja untuk ukuran taman yang berada di dalam Museum.

Mutar-mutar museum. Masuk dari ruangan satu ke ruangan lain. Agak serem sih, soalnya saya sendirian. Memang pas masuk banyak sekali abege-abege kentang. Tapi, mereka ramainya di halaman Museum sambil foto-foto, bukan masuk dari ruangan satu ke ruangan lain sambil mencatat apa saja yang ada didalamnya 😦

Untuk koleksi di Museum Mandiri ini bisa saya katakan cukup banyak. Yah, semua koleksinya itu masih berkaitan erat dengan yang namanya BANK. Entah itu mesin hitung berupa sempoa & kalkulator jaman baheula. Lalu, ada mesin ATM kuno. Mesin ketik dari berbagai macam bentuk. Mesin cetak juga ada. Mesin materai tak ketinggalan juga terpajang rapi. Oia, ada jugalho,baju satpam tempo doloe. Sampai prestasi para karyawan bank Mandiri dulu banget pun, terpampang di Museum ini

Tebak. Mesin apakah ini?

Deposito

Koleksi Mesin Tik

Ayo, siapa diantara narablog yang tidak pernah merasakan mengetik pakai mesin tik? Nah, kalau belum pernah mengetik pakai mesin tik, cobain deh, seru.

Buat yang pernah dan mungkin sampai sekarang masih memakainya, tau tidak, siapa penemu mesin tik?

Oke, saya ceritakan sedikit ya. Penemu mesin tik itu namanya Christopher L Sholes dan ditemukan pada tahun 1714. Kemudian Sholes bekerja sama dengan 2 orang temannya yang bernama Carlos Cliden dan Samuel W. Soule untuk membuat mesin tik lebih sempurna. Setelah sempurna, baru disekitar tahun 1868 didapatlah “hak patent” mesin tik ini.

Tahun 1890, mesin tik ciptaan Christopher L Sholes ini dipergunakan di kantor-kantor. Termasuk, di bank Mandiri ini.

Untuk koleksi mesin tik yang ada di bank Mandiri ini terdiri dari yang manual sampai elektrik yang pernah digunakan oleh karyawan bank Mandiri tempo dulu banget.

Ini Mesin Tik, bukan?

Masih bisa dipergunakan ga, ya?

Selain mesin tik, terdapat mesin materai juga. Ini penampakannya

Keren !

Tidak hanya mesin. Ada juga penampakan menekin-menekin orang yang berupa china cash.

 

Chinese Cash

 

Chinese Cash

Belum lagi semua ruangan saya masukin dan saya lihat-lihat koleksinya, teman yang saya tunggu itu pun sudah sampai di stasiun Kota. Yah, mau ga mau penjelajahan singkat ke dalam Museum Bank Mandiri harus disudahi.

Secara keseluruhan, Museum Bank Mandiri sangat pas untuk narablog kunjungi. Mungkin, diantara narablog sudah ada yang memiliki anak yang kini duduk dibangku sekolah? Nah, bawa saja ke Museum Bank Mandiri ini.

Dari segi letak, sangat strategis. Turun di Stasiun Kota, jalan kaki ngga sampai 5 menit sampai di Museum Mandiri ini. Mau naik busway? Lebih gampang lagi. Turun saja di halte Stasiun Kota. Turun dan jalan lewat bawah, ambil kiri begitu naik, sudah sampai di pintu masuknya. Gampang, bukan? Deketlah sama Museum Fatahilla dan Museum Bank Indonesia.

KOPDAR selalu meninggalkan cerita bahagia. Bahagia bertemu teman baru. Bahagia karena bisa melepas tawa. Bahagia karena bisa berbagi pengalaman dan ilmu.

Adiitoo – 26 Juli 2012

Selepas pulang KOPDAR bersama blogger-blogger gila. Hahaha. Hei, KOPDAR, yuk !

Tulisan kita tak akan mati, bahkan bila kita mati

– Helvy Tiana Rosa

Tunggu apalagi. Jangan anggurin tumblr -mu. Jangan hanya menjadi reblog abuser. Keluarkan semua yang ada di kepalamu.

Menulislah. Menulis.

TULUS – Diorama

Ga ngerti lagi deh, mau ngomong apa soal lagu-lagu Tulus ini. Bisa-bisanya saya jatuh hati sama lagu-lagu dia hanya dengan 1 kali mendengarkannya secara full 1 album.

Terima kasih saya peruntukkan kepada Baje.

Dik Badzlina, terima kasih atas pemberian CD Tulus ini, ya. Benar-benar tulus kan, memberikannya ke aku?

Salah satu lagu Tulus yang selalu saya ulang dan terus saya ulang adalah Diorama ini.

Liriknya sederhana. Ga menye. Ga lebai. Dan liriknya jenius. Musiknya sendiriswinggimana gitu.

Kalau lah saya diizinkan untuk memberikan nilai pada lagu ini, saya akan memberikan nilai 11 dari 10.

Dear belantika musik Indonesia, plissss, penyanyi seperti ini jangan dianggurin.

Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa—suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.

 ― Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara

Yuk, jangan berhenti untuk menulis :- )

Menulislah. Jika suaramu tak di dengar, mungkin tulisanmu akan dibaca.

+100

Fahmy Muchtar (via agustinaampuni)