Disclaimer : Kemungkinan di dalam postingan ini terselip sedikit spoiler. Cuma sedikit, kok.. Ga banyak. Dibaca baik-baik, ya 🙂
Senin kemarin, setelah melakukan banyak tes untuk suatu keperluan, saya melarikan diri sejenak ke salah satu mall yang ada di kawasan Jakarta Selatan. Niatan saat itu adalah menyaksikan trilogy Batman The Dark Knight Rises.
Yah, dipersilahkan apabila ingin menetertawakan saya, dikarenakan saya baru menyaksikan film ini. Yah, habis mau bagaimana lagi, beberapa kali mencoba untuk menonton, saya selalu kehabisan tiket.
Untungnya, senin kemarin saya kebagian tiket. Tidak, saya tidak memilih iMax. Saya memilih yang biasa saja. Saya ke loket, saya lihat komputer untuk mengetahui kursi yang tersisa, dan ternyata, hari itu masih ramai penonton. Saya pesan 1 tiket, dibagian paling atas alias A. Untuk saya yang tingginya diatas rata-rata, memang paling aman memilih duduk dibagian atas. Sudah paling pewe bener, deh.
Pertunjukan baru dimulai pukul 15.15 WIB. Saya lihat jam tangan, ternyata masih lama. Duduk-duduk manislah saya di sofa yang tersedia dia XXI itu. Pertama-tama sepi, kok makin kesini semakin ramai saja. Tapi, ada yang bikin perasaan ini janggal.
“Ini kenapa banyak sekali anak kecil? Ooo.. Mungkin mereka mau nonton Ice Age 4 kali, ya.”. kata saya dalam hati.
Tapi, tapi, tunggu dulu.
Segerombolan anak kecil (dibawah 10 tahun) tiba-tiba menghampiri satpam yang sedang menjaga persis di depan pintu studio 3.
“Pak, jam berapa studio ini dibuka?” kata si anak kecil itu.
Dijawablah oleh si satpan, “Sebentar lagi..”
Eh, mendadak saya seperti orang yang salah masuk 1 perkumpulan. Dalam hati saya “Ini gue yang salah studio, atau bagaimana, sih?” . Isenglah saya intip tiket salah seorang anak dari gerombolan itu yang duduk di samping saya, disitu tertulis “The Dark Knight Rises”.
Jreng Jreng Jreng !!
Mereka nonton Batman?
Memang, mereka nonton Batman yang jaman baheula? Mereka tahu Jaksa Harvey Dent? Memang, mereka paham? Ini kan, film… Ah, sudahlah. Semakin lama difikirin semakin membuat saya gila.
Saya hanya berharap, mereka tidak duduk di satu deretan dengan posisi duduk saya.
Akhirnya, pintu studio 3 terbuka. Bocah-bocah yang datang bergerombolan ini masuk sambil loncat-loncat, persis kayak mereka masuk wahana bermain dufan.
Mereka duduk di deretan F, syukurlah, jauh dari saya.
Baru merasa aman sedikit, eh, ga taunya datanglah SEKELUARGA yang ternyata bakal menjadi “teman” saya selama film berlangsung.
Ini semakin gila. Kalau ini sih, terang-terangan banget kalau orang tuanya malas mengajak anak-anaknya menonton film yang seharusnya mereka tonton. Bayangin dong, anak-anak itu usianya kisaran 5 sampai 7 tahun. Dan, mereka diajak nonton Batman. BATMAN. BATMAN, saudara-saudara.
Film pun, dimulai.
Awal film dimana Bane – yang diperankan Tom Hardy –tembak-tembakan di dalam pesawat, sebenarnya juga tidak baik disaksikan oleh bocah-bocah ini. Takutnya, tembak-tembakkan itu membuat mereka berfikir yang aneh-aneh.
Tapi ternyata, mereka anteng-anteng saja. Ga ada yang bereaksi heboh ketika adegan itu diperlihatkan. Termasuk bocah-bocah yang duduk di samping saya. Mukanya serius. Seserius orang tua mereka ketika sedang menyaksikan film ini.
Jujur, awal-awal film konsentrasi saya terbelah-belah. Antara menyaksikan layar besar, dan melihat mimik bocah-bocah ini. Lalu saya berfikir, masa bodolah, ada orang tuanya ini.
Adegan demi adegan pun diperlihatkan.
Sampai pada akhirnya, 30 atau 45 menit kemudian, ada 1 adegan yang benar-benar tidak pantas untuk mereka saksikan. Yaitu, adegan sosoran bibir yang dilakukan Miranda Tate (Marion Cotillard) secara mendadak ke Bruce Wyne (Christian Bale). Saya saja sampai kaget. Kenapa tiba-tiba nyosor gitu saja tanpa ada “aba-aba” atau apalah. Mana adegan itu ga sebentar pula. Cukup lamalah, 1 menitan. Ditambah pula, ada adegan bobo-bobo-unyu di dekat api unggun yang dilakukan mereka berdua.
Pas Bruce Wyne memakai kembali kostum kebesarannya dan menunggangi kendaraan pribadinya, itu bolehlah ditonton oleh mereka. Apalagi pas adegan polisi mengejar Batman yang saat itu mengendarai motor gedenya Bat-Pot, itu keren. Saya sendiri sampai ngos-ngosan dan greget sendiri. Hehehe.
Saya ga tahu, apa yang ada difikiran anak-anak itu ketika melihat si seksi Anne Hathaway yang berperan sebagai catwoman dengan kostum super ketatnya itu? Kira-kira apa, ya? Penasaran.
Intinya, banyak adegan difilm ini tidak pantas ditonton oleh mereka yang seharusnya melihat aksi lucu binatang-binatang lucu di Ice Age 4.
Ngomongin soal film ini secara keseluruhan, saya suka banget. Baru film ini yang mebuat saya focus untuk menyaksikan dari awal sampai akhir – yang diskip dengan melihat mimic bocah yang ada di sebelah saya–.
Bikin saya emosi sendiri. Apalagi, pas Bruce Wyne yang sedang berpakaian Batman dihajar habis-habisan sama Bane di sebuah selokan bawah tanah yang mengakibatkan Bruce Wyne masuk ke gua neraka tempat Bane berasal.
Film yang berdurasi hampir 3 jam ini menyuguhkan gambar, akting pemainnya, musik, dan semua yang terlibat di dalamnya benar-benar spektakuler.
Salut. Walaupun ada beberapa scene membuat saya berkata “Yaelah, kenapa ngga dari tadi aja sih, ngebunuh si Bane pake itu? Kenapa harus di ending?”. Hehehe. Dan, film ini pun banyak teka-teki yang jawabannya membuat saya mengaga.
Eningnya menurut saya romantis. Romantis pas adegan bibir ketemu bibir. Bibir Anne dan Christian Bale. Buahaha #digetok.
*tepuk tangan untuk Christopher Nolan*
Tapi, eh, tapi.. Kayaknya bakal ada Batman versi baru ya, kalau dilihat dari endingnya?
Joseph Gordon-Levitt memang ganteng sih, Cuma.. dia kurang “dapat” bodinya untuk menjadi seorang Batman. Jadi Robin, cocok-cocok aja.